ading kyki

ading kyki
nama ulun aco

wawan

wawan
kantut

Senin, 18 Februari 2013

Peristiwa 7 Pebruari Pagatan

Era kerajaan di Tanah Bumbu berakhir antara tahun 1903 hingga tahun 1912, namun perjuangan masyarakat Tanah Bumbu melawan imperialisme dan kolonialisme  masih berlangsung diberbagai pelosok, baik pada masa pemerintahan Belanda, Jepang maupun NICA.  Adapun pergerakan melawan penjajah ini dipimpin oleh para tokoh masyarakat seperti  para ulama, kalangan bangsawan (bekas keluarga kerajaan) dan para pimpinan masyarakat yang berpendidikan.
Demikian pula pada saat bangsa Indonesia di seluruh Tanah Air bangkit mempertahankan Kemerdekaan dan Proklamasi 17 Agustus 1945, tidak ketinggalan rakyat di kawasan Tanah Bumbu tampil dan ambil bagian dalam mempertahankan kemerdekaan.
Sejalan dengan itu tanggal 19 Agustus 1945 PPKI menetapkan pembagian wilayah RI menjadi 8 Provinsi sebagai daerah pemerintahan (daerah administrasi) yang masing-masing dikepalai oleh seorang Gubernur pertama Provinsi Kalimatan Selatan yang di tetapkan adalah Ir. Pangeran Moehammad Noor.
Setelah menetapkan Gubernur dilengkapi dengan menetapkan ketua Komite Nasional Indonesia (KNI) dan ketua Partai Nasional Indonesia Daerah Kalimatan, Keputusan itu kemudian dibawa ke daerah untuk dilaksanakan. Akan tetapi merujuk pada ketentuan status quo sebagaimana ditentukan dalam syarat-syarat penyerahan Jepang kepada pihak Sekutu. Ketetapan-ketetapan itu praktis tidak dapat dilaksanakan karena tekanan serta halangan dari pihak Jepang. Halangan serupa juga dilakukan pihak Sekutu–NICA dengan keluarnya penegasan Kolonel Robson (pimpinan pasukan sekutu di Kalimantan) bahwa tidak ada pemerintah RI ketika ia bertemu dengan para tokoh rakyat yang ingin mulai melaksanakan terbentuknya pemerintah RI di Kalimantan.
Dengan adanya tekanan oleh Jepang dan Sekutu tersebut, maka Gubernur Kalimatan Ir. Pangeran Moehammad Noor lebih bersifat simbolik dari pada operasional, karena sejak diangkat menjadi Gubernur belum dapat menempati posnya. Meskipun demikian Gubernur Kalimatan tersebut berkantor di Yogyakarta, untuk menggariskan kebijaksanaan dalam mempimpin rakyat di Kalimatan.
Guna memperlancar tugas-tugasnya, ia kemudian membuka kantor-kantor perwakilan di 3 tempat yakni : Tegal, Pekalongan dan Probolinggo, 3 kota pesisir Pulau Jawa berseberangan dengan KalimantanTengah  dan Kalimantan Selatan.
Pada tanggal 2 September 1945 dibentuk pula Badan Pembantoe Oesaha Goebernoer ( BPOG ) di Surabanya, yang bertugas mempersatukan seluruh potensi putera Kalimatan yang berada di Pulau Jawa dalam membantu perjuangan rakyat di Kalimatan.
Pada tanggal 1 September 1945, para tokoh elit lokal di daerah tersebut membentuk susunan pemerintahan peralihan dengan nama Badan Pembantu Republik Indonesia Pagatan
Aggota-anggota BPRI di Pagatan terdiri dari;
  •  Andi Atjong : Penasehat Umum
  •  Andi Djufri : Wakil Rakyat
  • Gusti Ibrahim : Wedana
  •  Mohammad Badri : Pertahanan Rakyat
  • Andi Abdurrahman : Wakil Kepolisian

BPRI ini kemudian mengirim utusan ke Jawa dan menyatakan kepada pusat pemerintahan RI bahwa sementara susunan pemerintahan di Banjarmasin belum teratur dan akan terus langsung berhubungan dengan pusat pemerintahan di Jawa.
Menyikapi keberadaan tentara Sekutu-NICA yang telah menduduki Banjarmasin, maka para tokoh perjuangan Pagatan, para eksponen BPRI Pagatan serta tokoh masyarakat. Pagatan membetuk TKR / BKR tanggal 25 September 1945. Setelah terbentuknya TKR / BKR suasana perjuangan di Pagatan semakin menggelora.
Pada tanggal 1 Desember 1945 para pemimpin Pagatan, Tanah Bumbu dan Kotabaru bertemu di Pagatan melahirkan kebulatan tekad berupa sebuah mosi. Tanggal 6 Desember 1945 diproklamirkan mosi tersebut yang berbunyi :

Mosi rakyat Pagatan, Pulau Laut dan Tanah Bumbu
“ Dengan ini, kami seluruh rakyat Pagatan, Pulau Laut dan Tanah Bumbu Selatan menyatakan berdiri tegak dibelakang Republik Indonesia, hasrat seluruh rakyat disini, jika pihak NICA berani menginjakkan kakinya kedaerah ini, kami penduduk akan bersiap mempertahankannya, untuk membasminya dengan segala kekuatan nyang ada pada kami.

Pagatan, 6 Desember 1945
“MERDEKA”
Pemimpin Badan Pembantu Republik Indonesia
Pagatan

Tepat tanggal 7 Februari 1946, dengan gagah perkasa rakyat Pagatan mewujudkan sumpah mereka “MERDEKA atau MATI” dan berkobarlah perlawanan rakyat dikawasan ini mempertahankan tanah tercinta ini. Tanggal 7 Februari 1946 merupakan salah satu bagian khasanah sejarah patriotisme bangsa Indonesia.
Dengan menggunakan senjata serba sederhana dan bambu runcing, penduduk di daerah ini serempak bangkit menghadapi bala tentara Belanda yang bersenjata modern dan ingin kembali menanamkan kekuasaan. Hanya dengan tipu muslihat dan kebiadabannya, tentara Belanda mampu melewati benteng pertahanan rakyat.
Kota ini menjadi terbakar oleh semangat perjuangan, pengorbanan  serta pengabdian yang tiada taranya dari rakyat untuk rakyat. Tanggal 7 Februari 1946, di pagi hari yang menegangkan, mendaratlah di pantai Pagatan tentara Belanda, dengan tipu muslihat yang licik mereka menyamar sebagai pasukan bantuan yaitu sebagai pejuang – pejuang dari pulau Jawa. Di dada mereka terpasang lencana merah putih, sementara 5 buah kapal yang mengangkut tentara Belanda tersebut berlabuh di laut Pagatan dengan mengibarkan sang Dwi Warna di tiang kapal mereka.
Ketika pimpinan TKR menyambut mereka dengan penuh kemesraan, tiba-tiba tentara Belanda melakukan pengkhianatan. Pimpinan TKR dilucuti persenjataannya dan mereka ditawan, inilah awal dari pertempuran yang hebat itu, seluruh penduduk pelosok-pelosok desa serempak mengadakan perlawanan total selama 9 jam. Setelah 9 jam berlalu tentara Belanda mampu melewati pagar pertahanan rakyat dan mayat-mayat para syuhada pahlawan daerah ini, serta mampu mencapai pusat kota.
Untuk bukti sejarah, kota ini mempersembahkan ke pangkuan Ibu Pertiwi tercinta, 37 orang syuhada sebagai bunga bangsa. Mereka putra-putra terbaik daerah ini, gugurlah mereka dalam sumpah setia yang kemudian tak pernah kembali lagi. Darah dan air mata membasahi bumi Nusantara.
37 orang syuhada sebagai bunga bangsa tersebut adalah :
  1. H. Muhammad Nurung
  2. Pua Tenga
  3. Ambo Muhayyang
  4. Anang Panangah
  5. Daeng Massiring
  6.  La Dandu
  7. La Dalang
  8. Wa Condeng
  9. La Semmang
  10. La Kamile
  11.  La Capa
  12. La Benga
  13. Ambo Malukung
  14. Abdurrahim
  15. La Rembang
  16. Daeng Patompo
  17.  Haji Muing
  18. La Sennung
  19. La Gebe
  20. La Beddu
  21. La Ongke
  22. La Patiroi
  23. La Tenggang
  24. La Saleng
  25. Lemmang
  26. Pua Are
  27. La Temmi
  28. Wa Nakka
  29. La Huje
  30. La Mashude
  31. La Muda
  32. La Nateng
  33. Ambo Tero
  34. La Dewa
  35. La Beddong
  36. Abdurrahman
  37. Pahlawan tak dikenal
Untuk mewariskan kepada generasi yang akan datang tentang semangat jiwa kepahlawanan 7 Februari di kota ini, maka setiap 7 Februari selalu diperingati sebagai Hari Pahlawan Pagatan.
Disamping itu untuk mengabadikan hari bersejarah tersebut maka oleh pemerintah setempat  memberikan nama tempat gedung pertemuan, lapangan sepak bola dan gedung bulutangkis dengan nama 7 Februari.
Setelah menduduki  Pagatan pada tanggal 7 Februari petang, dinihari 8 Februari tentara NICA kemudian menyerbu Kotabaru. Bantuan pasukan tentara NICA menyerbu dari arah utara (Balikpapan) akibatnya tanggal 9 Februari 1946 Kotabaru pun telah diduduki oleh tentara Belanda/ NICA, begitu pula daerah Tanah Bumbu.
Tanggal 20 Maret 1947 telah diadakan Perjanjian Linggarjati yang berisikan Belanda dan Pemerintah RI mendirikan sebuah negara berdaulat dengan nama Republik Indonesia Serikat yang terdiri dari Republik Indonesia, Borneo dan Timur Besar.
Maka menjelang pengakuan kedaulatan struktur pemerintahan Hindia Belanda di Kalimantan terbagi atas daerah- daerah otonomi :
1.      Daerah Banjar
2.      Daerah Dayak Besar
3.      Daerah Federasi Kalimantan Tenggara
4.      Daerah Federasi Kalimantan
5.      Daerah Federasi Kalimantan Barat.
Daerah ini masing- masing dilengkapi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan  Dewan Perwakilan Daerah (DPD), yang setelah pengakuan kedaulatan di tetapkan menjadi negara- negara bagian RIS.
Adapun Negara Federasi Kalimantan Tenggara terdiri dari Neo-Landschap Pulau Laut, Pagatan , Cantung/Sampanahan dan Pasir.
Tiap-tiap Neo-Landschap terdiri dari:
-             Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Legislatif)
-             Dewan Pemerintahan Daerah (Eksekutif).
Akan tetapi keberadaan RIS tidak dikehendaki oleh sebagian besar rakyat di Kalimantan, karena dianggap tidak sesuai dengan cita-cita kemerdekaan yang lebih mendambakan Negara Kesatuan dari pada Negara Federal. Oleh karena itu 3 bulan pertama tahun 1950 diberbagai daerah Kalimantan diwarnai demonstrasi-demonstrasi yang pada pokoknya menuntut penggabungan daerah-daerah tersebut kedalam Negara Kesatuan RI.
Tanggal 26 Januari Dewan Daerah Banjar mengeluarkan mosi yang mendesak agar daerah Banjar dimasukkan menjadi bagian RI. Tanggal 9 Maret di Banjarmasin diadakan demonstrasi rakyat yang dihadiri ± 6.000 orang dengan keputusan “menuntut pembubaran dewan-dewan sekarang, karena tidak dapat diterima rakyat dan mengajukan hasrat meminta diakui sebagai pernyataan tetap untuk bergabung dengan RI”.
Di Kalimantan Tenggara, demonstrasi tuntutan berupa mosi dan resolusi oleh Komite Nasional Indonesia di Kotabaru dan Pagatan. pada Februari 1950 diberangkatkan sebuah delegasi atas nama Rakyat Daerah Kalimantan Tenggara menuju Yogyakarta dan Jakarta. Delegasi ini terdiri dari H. Syahdan Amin, A. Imberan, Peran Kamar masing-masing dari Kotabaru, Andi Sekuncung dan Mohtar Hamzah dari Pagatan yang menyampaikan resolusi kepada pemerintah RI dan RIS. Setelah delegasi tersebut kembali ke Pagatan dan Kotabaru, demonstrasi terus meningkat yang ditujukan kepada Dewan Kalimantan Tenggara dengan menuntut dibubarkannya dewan tersebut.
Tanggal 13 Maret 1950 di Amuntai ± 6.000 orang mengadakan demonstrasi dengan melahirkan mosi :
1.      Mendesak agar secepatnya Kalimantan menjadi Provinsi RI dan mendesak agar secepatnya seluruh Indonesia menjadi Negara Kesatuan.
2.      Mendesak agar dewan-dewan di Kalimantan Selatan dibubarkan dan agar dibentuk dewan baru setelah bergabung dengan RI.
Tanggal 26 Maret 1950 Kandangan juga melakukan demonstrasi dengan tuntutan serupa.
Akhirnya Dewan Kalimantan Tenggara kembali mengirimkan delegasi ke Jakarta dan Yogyakarta, yang beranggotakan :
-          M. Djamdjam (Dewan Kalimantan Tenggara)
-          M. Imberan (Dewan Landschap Cantung / Sampanahan)
-          Kyai H.M. Arief (Dewan Landschap Pagatan)
Bermaksud untuk membubarkan Dewan Kalimantan Tenggara dan memasukkan daerah tersebut ke dalam Republik Indonesia, maka pada tanggal 4 April 1950 dengan surat keputusan RIS No.139, Dewan Kalimantan Tenggara beserta landschap-landschapnya dibubarkan.
Selanjutnya dengan keputusan Menteri Dalam Negeri RI tanggal 29 Juni 1950 No. C. 17/15/3 dewan-dewan daerah yang meleburkan diri menjadi wilayah Provinsi Kalimantan Tenggara yang dibagi dalam 6 kabupaten dan 3 kewedanaan.     wilayah yang sebelumnya merupakan federasi Kalimantan Tenggara berubah menjadi kabupaten Kotabaru, yang antara lain mencakup kewedanaan Tanah Bumbu Selatan yang ber ibukota di Pagatan. Kemudian dalam Undang-Undang Darurat No.3/1953 antara lain ditegaskan bahwa wilayah kabupaten Kotabaru meliputi kewedanaan – kewedanaan Pulau Laut, Pasir, Tanah Bumbu Utara dan Tanah Bumbu Selatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar